![]() |
Sampul |
“Makassar, mutiara dari timur, katanya. Dan memang benar. Tidak kotor seperti Batavia. Indah, menawan hati, apa saja bisa dibeli.” (hal. 105)
Karena tuntutan event bersama penulis yang rencananya akan diadakan beberapa hari ke depan, akhirnya aku membaca buku ini. Aku awalnya bertanya-tanya apakah ini termasuk fiksi-sejarah atau bukan. Dari cerita yang dituturkan di dalamnya—bahwa latar waktu pada buku ini sekitar 1945 hingga 1950 atas pasca-sejarah—aku kategorikan buku ini fiski-sejarah.
![]() |
The Masterpiece |
Ceritanya menarik. Akhir ceritanya pun mengesankan. Hanya saja, terkadang aku susah fokus pada cerita pada novel bergambar. Begini, ketika kau sedang asyik membaca sembari membayangkan deskripsi cerita, tiba-tiba kau diharuskan untuk melihat gambar yang juga krusial untuk kelanjutan isi cerita, bagaimana perasaanmu? Mungkin aku hanya tidak terlalu novel bergambar. Kurang maksimal berimajinasi.
Perbedaan ilustrasi orang “bule” dan orang pribumi terlihat jelas. Mungkin doktrin orang pribumi berhidung pesek dan berbibir tebal sudah bercokol dalam pikiran penulis. Aku sedikit kurang sreg. Entahlah. Mungkin aku terlalu baper. Kalian tahu baper?
Terlepas dari hal-hal baper di atas, aku penasaran bagaimana penulis tahu seluk-beluk Indonesia bahkan bisa menggambarkannya seperti kutipan di bagian atas ulasan ini. Kalau mau tahu jawabannya, yuk ikutan talkshow-nya! Sampai jumpa di acara BBI yang bekerja sama dengan Penerbit Gramedia Pustaka Utama!
2 Comments
June 5, 2015
Ikooottttttttt
December 7, 2015
Aku baru baca Rampokan bro.
Kurang lebih hampir sama seperti yang Raafi tulis diatas 🙂